Ketahuan Menyimpan Vibrator Sex Miyu Shiina

Posted by on Senin, 13 Februari 2017

Ketahuan Menyimpan Vibrator Sex Miyu Shiina
Ketahuan Menyimpan Vibrator Sex Miyu Shiina

Ketahuan Menyimpan Vibrator Sex Miyu Shiina.
“Tadi malam aku lewat rumah ibu dan mendengar suara menarik, jadi aku mengintip. Ternyata, aku lihat ibu sedang mencolok-colokkan pisang ke itunya ibu sambil nyetel film BF. Aku sangat terangsang. Kalau ibu setuju, daripada pakai pisang aku juga mau dan pengin begituan dengan ibu”. Itu kalimat yang kutulis dalam HP dan siap dikirimkan dalam bentuk SMS ke sebuah nomor HP milik Bu Ruminah, tetanggku.

Namun aku sempat ragu, jangan-jangan nanti Bu Rum ngadu ke ibuku atau ke orang-orang tentang SMS ini, begitu pikirku. Tapi, ah nggak mungkin dia berani cerita. Sebab kalau dia cerita, kebiasaannya memuaskan diri dengan buah pisang kan jadi ketahuan. Begitu pikirku lagi. Yakin Bu Rum tidak mungkin menceritakan isi SMS itu ke orang lain, akhirnya kutekan tombol OK pada HP-ku dan terkirimlah SMS tersebut.
Hanya dalam hitungan menit, aku langsung dapat tanggapan. HP ku berdering dan pada layar terlihat nama Bu Rum memanggil. Tetapi aku tidak berani mengangkat karena pasti ia mengenali suaraku hingga kudiamkan saja. Setelah beberapa kali telefonnya tidak diangkat, akhirnya sebuah SMS masuk.
“Tolong jawab. Nomor siapa ini”. balasan SMSnya dan memacu niatku untuk kembali mengisenginya.
“Pokoknya ibu sangat mengenal aku. Bener lho Bu, pisangku pengen banget dimasukkan ke itunya ibu seperti pisang yang tadi malam. Ibu pasti puas. Mau kan Bu?”. Ujarku dalam SMS berikutnya.
“Hussh… jangan ngawur. Aku bukan wanita begituan dan aku kan sudah tua. Tolong kejadian itu jangan diceritakan ke orang lain. Tolong banget”. Ungkapnya dalam SMS berikutnya.
Rupanya dia ketakutan kalau aku menceritakan kejadian itu hingga niat isengku makin menjadi.
“Beres Bu, Aku tidak akan cerita ke siapa-siapa. Tapi sungguh aku sangat terangsang melihat vagina ibu dicolok buah pisang. Jadi soal aku kepengin begituan dengan ibu memang bener-bener lho.” Kataku lagi dalam SMS yang kukirim selanjutnya.

Tetapi balasan SMS dari Bu Rum pendek saja.
“Sudah ya. Aku sangat berterima kasih kejadian itu tidak diceritakan ke siapapun,” Balasnya dalam SMS yang kuterima.

Setelah itu beberapa kali kukirim SMS dengan kata-kata yang lebih panas. Termasuk kesediaanku untuk menjilati vagina dan itilnya bila ia mau melayaniku. Namun Karena tetap tidak dijawab maka malam itu SMS an dengan Bu Rum tidak berlanjut.

Bu Ruminah adalah tetanggaku. Rumahnya hanya terpaut tiga rumah dari rumahku. Suaminya Pak Kirno, adalah seorang pensiunan dan pernah menjadi Satpam sebuah bank serta menjabat Ketua RW sebelum terkena stroke dan mengalami kelumpuhan. Sementara Bu Rum di samping menjadi ketua kelompok pengajian ibu-ibu di lingkungan RW tempat tinggalku, ia juga mengajari ibu-ibu mengaji termasuk ibuku yang menjadi teman dekat dan sekaligus muridnya.

Aku yakin orang-orang tidak akan percaya kalau kuceritakan bahwa Bu Rum suka melampiaskan hasrat seksnya dengan menggunakan pisang. Betapa tidak, wanita berusia 53 tahun itu, penampilan kesehariannya sangat santun, selalu berkerudung dan menutup rapat auratnya terlebih usianya yang sudah tergolong tua.
Tetapi aku benar-benar melihat dengan mata kepalaku sendiri tentang apa yang dilakukan, memuasi dirinya dengan buah pisang. Bahkan saat itu, terus terang aku sangat terangsang. Terlebih saat ia meremasi sendiri kedua teteknya yang gede dan melihat vaginanya dicolok-colok dengan buah pisang.

Karena selalu terbayang oleh tubuhnya yang membuatku terangsang, akhirnya aku iseng mengirim SMS. Karena beberapa SMS ku yang terakhir tidak dibalasnya, aku nyaris nekad dengan mengancamnya bahwa bila ia tidak mau melayaniku akan kuceritakan soal masturbasi dengan pisang itu kepada orang-orang. Hanya setelah kupikir, hal itu bisa saja membuat dia kalap atau melapor ke polisi. Kuurungkan niat tersebut.
Hanya aku tetap bertekad untuk mengisenginya dengan berkirim SMS kepadanya di tiap kesempatan. Hampir tiap hari, intinya mengungkapkan keinginanku untuk menjadi patner seksnya karena setelah memergoki dia main dengan pisang aku menjadi sangat terangsang dan terpaksa sering mengocok penisku sambil membayangkan menyetubuhinya. Tetapi ia tetap tidak mau membalasnya. Pernah beberapa kali ia mencoba menelepon tetapi aku tidak berani mengangkatnya.

Oh ya, dari perkawinannya dengan Pak Kirno, Bu Rum hanya mempunyai satu anak Mbak Lasmi. Ia sudah berkeluarga dan mempunyai beberapa anak. Mbak Lasmi tinggal di sebuah kecamatan terpencil karena suaminya menjadi pegawai kecamatan di sana. Jadi status Bu Rum adalah nenek dari beberapa cucu.
Puncak dari keisenganku kepada Bu Rum terjadi ketika pengajian ibu-ibu di kampungku yang dilaksanakan secara bergiliran jatuh ke giliran ibuku. Karena acaranya berbarengan dengan halal bi halal setelah lebaran, pengajian yang diadakan di rumahku terbilang besar. Hidangan yang biasanya cuma snack kali ini dilengkapi ketupat dan opor ayam. Juga ustazahnya yang biasanya pembicara lokal, kali ini didatangkan dari luar kota.
Sejak pagi rumahku ramai oleh ibu-ibu tetangga yang mempersiapkan acara tersebut termasuk Bu Rum. Adanya wanita itu di rumahku membuatku tidak berani mengirim SMS iseng padanya. Hanya secara sembunyi-sembunyi aku sering mencuri pandang menatapinya.

Seperti kebiasaannya, saat itu Bu Rum memakai busana muslim dengan hiasan bordir yang apik. Yakni sebuah baju terusan warna krem yang longgar yang tidak menampakkan bentuk tubuhnya dipadu dengan celana panjang warna senada. Dengan kerudung yang tak pernah lepas menutup kepalanya, wanita bertubuh tinggi besar itu nampak anggun dan berwibawa.

Acara pengajian yang dimulai selepas ashar, baru berakhir menjelang malam. Sekira pukul 19.30 WIB, setelah acara beres-beres rumah selesai ibu memanggilku.
“Win tolong ini diantar ke rumah Bu Rum ya. Tadi ia minta disisihkan lontong dan opornya karena katanya di rumah lagi tidak masak,” ujar ibuku.

Setelah beberapa kali berkirim SMS gelap kepadanya, sebenarnya agak grogi untuk berhadapan langsung dengan Bu Rum. Terlebih mengingat kata-kata jorok dan porno serta ajakan main seks dalam setiap SMS yang kukirim. Tetapi aku juga tidak punya alasan untuk menolak perintah ibu hingga dengan terpaksa kulaksanakannya.

Dua buah rantang besar berisi lontong dan opor kubawa ke rumah Bu Rum. Setelah beberapa kali mengetuk pintu dan menunggu agak lama, kulihat seseorang mengintip dari balik korden dan akhirnya membukakan pintu. Ternyata yang membukakan pintu adalah Bu Rum sendiri.

“Oh kamu Win, ibu kira siapa. Ayo masuk,” ujarnya mempersilahkanku.
Bu Rum yang kalau berada di luar rumah berpakaian muslimah yang rapat, ternyata tidak begitu adanya kalau sedang di dalam rumah. Baju yang dipakainya hanya daster berbahan tipis dan tanpa lengan. Hingga BH hitam dan celana dalam putih yang dipakainya tampak menerawang.
“Aku disuruh mengantarkan ini untuk Bu Rum,” kataku setelah berada di ruang tamu rumahnya.
Tetapi Bu Rum tidak langsung menerima bingkisan makanan yang kusodorkan. Ia kembali membuka pintu dan keluar rumah. Setelah sesaat melihat sekeliling, ia kembali masuk dan mengunci pintu dari dalam. Ia juga mengajakku ke dalam, ke ruang tengah rumahnya.

“Taruh saja bawaannya di meja Win. Ada yang ingin ibu bicarakan sama kamu,” katanya pelan.
Deg! Serasa berhenti detak jantungku. Pasti ia sudah tahu kalau yang berkirim SMS selama ini adalah aku, pikirku membathin. Gelisah aku dibuatnya.

“Duduk sini Win. Tidak ada siapa-siapa kok. Pak Kirno tadi dijemput Lasmi dan suaminya karena ia ingin banyak menghirup udara gunung yang segar. Mungkin agar bisa pulih,” ujarnya lagi.
Agak sedikit plong mendengar bahwa Pak Kirno suaminya sedang tidak dirumah. Setidaknya kalau Bu Rum marah terkait soal SMS ku itu, suaminya tidak ikut mendengarnya. Hanya aku tetap tidak bisa membuang kegelisahan yang kurasakan. Seperti pesakitan yang menunggu vonis hakim, aku hanya duduk mematung di kursi sofa di ruang tengah rumah Bu Rum.

Bu Rum duduk di kursi lain yang ada, dekat tempat aku duduk. Baru kusadari, daster yang dipakainya ternyata terlalu pendek. Pahanya yang mulus terlihat terlihat terbuka. Hanya aku tetap tidak dapat menikmati pemandangan yang mengundang itu karena suasana tegang yang terjadi.

“Tadi di pengajian, ibu minta ijin ke ibumu agar kamu mengantar ibu ke rumah Lasmi untuk menjemput Pak Kirno. Rencananya mau pinjam mobil Pak RT dan kamu yang menyetir. Ibumu setuju dan memberi nomor HP milikmu. Tapi ibu jadi kaget, sebab ternyata nomornya sama dengan nomor yang suka dipakai SMS ke ibu beberapa hari ini. Jadi kamu Win yang suka SMS ke ibu,” ujarnya tenang dan tanpa emosi.

Namun meskipun begitu, sempat kecut juga nyaliku.
“Eee…ee.. ti…eh… iya Bu,” jawabku terbata.
“Oh syukurlah kalau begitu. Ibu takut banget apa yang kamu sempat lihat diceritakan ke orang-orang lain. Ibu pasti sangat malu. Terima kasih banyak ya Win kamu tidak cerita ke orang-orang,”.
Ternyata ia tidak marah soal itu. Aku jadi merasa plong. Bahkan dengan terbuka Bu Rum bercerita soal kenapa ia terpaksa menggunakan pisang untuk memuaskan hasratnya. Diceritakannya, meski sudah tergolong berumur namun kebutuhan biologisnya belum padam benar. Padahal sudah lama Pak Kirno tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai suami. Bahkan jauh sebelum terkena stroke. Makanya setiap keinginan untuk itu datang ia selalu berusaha memuaskan sendiri termasuk menggunakan pisang.
“Ibu malu banget lho sama kamu Win. Apalagi kalau kamu sampai cerita ke orang-orang. Mau ditaruh dimana muka ibu?” Kata Bu Rum lagi.

“Tidak Bu, aku janji tidak akan cerita ke siapa pun soal itu,” ujarku meyakinkannya.
Mungkin saking senangnya rahasianya soal ngeseks dengan pisang tidak akan terbongkar ia langsung berpindah duduk menjejeriku di sofa yang kududuki. Digenggam dan diguncang-guncangkannya tanganku.
“Terima kasih win, ibu sangat berterima kasih,” kata Bu Rum.

Beban yang semula seolah menghimpit dadaku langsung sirna melihat sikap Bu Rum. Hanya kembali aku sulit menjawab ketika ia menanyakan perihal kata-kata dalam beberapa SMS yang kukirimkan.
“Kalau ibu boleh tahu, sebenarnya apa yang mendorongmu mengirim SMS itu kepada ibu?”

“Eee… sa… sa.. aku.. ee,” kembali aku terbata.

“Tidak apa-apa Win, jawab saja yang jujur. Ibu cuma ingin tahu,”

“Aku mengirim SMS itu karena sangat terangsang setelah melihat ibu,” kataku akhirnya.
Bu Rum kulihat terpana. Mungkin ia tidak percaya dengan jawaban yang kuberikan. Namun sebuah senyuman terlihat mengembang di wajahnya hingga aku tidak takut lagi.

“Jadi kamu juga benar-benar ingin begituan dengan ibu?”

“Eee… maksud aku.. ee. Iya kalau ibu bersedia,” jawabku mantap.

Mendengar jawabanku Bu Rum langsung meraih dan mendekapku. Dalam kehangatan dekapannya, wajahku tepat berada di busungan buah dadanya yang terbungkus BH hitam. Wajahku membenam di busungan susunya yang memang berukuran besar. Diperlakukan seperti itu penisku jadi langsung bangkit. Mengeras di balik celana dalam dan jins yang kupakai.

Sesaat setelah Bu Rum melepaskan pelukan pada tubuhku, kulihat gaya duduknya makin sembrono. Kedua kakinya terbuka lebar hingga pahanya yang membulat besar terlihat sampai ke pangkalnya. Bahkan kulihat sesuatu yang membukit dan terbungkus celana dalam warna hitam. Aku tak berkedip menatapinya.
Untuk wanita seusia dirinya, kaki dan bagian paha Bu Rum masih terhitung mulus. Memang ada kerutan mendekati ke pangkal paha. Tetapi tidak mengurangi hasratku untuk menatapi bagian yang merangsang itu termasuk ke bagian membukit yang tertutup celana dalam warna krem. Jembut di vaginanya sangat lebat, terlihat banyak yang keluar dari celana dalam yang dipakainya.

Rupanya Bu Rum tahu mataku begitu terpaku menatapi organ kewanitaannya. Mungkin karena telah yakin aku benar-benar mau menjadi pelepas dahaganya, ia pelorotkan sendiri celana dalam itu dan melepasnya.
“Bu Rum sudah nenek-nenek lho Win. Tetapi kalau kamu pengin melihat vagina ibu bolehlah. Sebenarnya ibu juga sudah lama tidak puas main sendiri dengan tangan dan pisang,” katanya.

Bahkan tanpa sungkan, setelah melepas sendiri celana dalamnya ia duduk mengangkang membuka lebar-lebar pahanya. Memamerkan vaginanya yang berbulu sangat lebat. Ah tak kusangka akhirnya dapat melihat vagina Bu Rum dalam jarak yang sangat dekat.

Vagina Bu Rum lebar dan membukit. Jembutnya sangat lebat dan hitam pekat. Kontras dengan pahanya yang kuning langsat. Puas memandangi bagian paling merangsang di selangkangan wanita itu, keinginanku untuk menyentuhnya menjadi tak tertahan. Kujulurkan tanganku untuk menyentuhnya.

Kuusap-usap jembutnya yang keriting dan tumbuh panjang. Jembut Bu Rum benar-benar super lebat menutupi vaginanya. Hingga meski telah mengangkang, masih tidak terlihat lubang vaginanya karena tertutup rambut lebat itu. Kuusap-usap dan kusibak jembut yang tumbuh sampai ke atas mendekati pusar wanita itu dan di bagian bawah mendekati lubang duburnya. Menimbulkan bunyi kemerisik.

Untuk bisa melihat lubang vaginanya, aku memang harus menyibak rambut-rambut yang menutupinya dengan kedua tanganku. Bibir luar vagina Bu Rum tampak tebal dan kasar karena sudah banyak kerutan dan warnanya coklat kehitaman. Di bagian dalam lubang vaginanya yang berwarna hitam kemerahan, ada lipatan-lipatan daging agak berlendir dan sebuah tonjolan. Ini rupanya yang disebut itil, pikirku.

Tidak seperti vaginanya yang besar, tebal dan tembem, itil Bu Rum relatif kecil. Hanya berbentuk tonjolan daging kemerahan di ujung atas celah bibir luar kemaluannya yang sudah berkerut-kerut. Kutoel-toel itilnya itu dengan jari telunjukku yang sebelumnya kubasahi dengan ludah. Ia mendesah dan sedikit menggelinjang.

“Kamu sudah pernah begituan dengan perempuan Win? Ee.. maksud ibu ngent0t dengan perempuan?”
“Belum Bu,” jawabku sambil tetap menggerayangi dan mengobok-obok vaginanya.
“Masa!? Kalau melihat vagina wanita lain selain punya ibu?”
“Juga belum Bu. Aku hanya melihatnya di film BF yang pernah aku tonton.” Jawabku lagi.
Sebenarnya aku berbohong. Sebab di rumah aku sering mengintip ibuku saat mandi atau berganti pakaian.
Mendengar aku belum pernah berhubungan seks dengan perempuan dan belum pernah menyentuh vagina, entah kapan ia melakukannya, tanpa sepengetahuanku ternyata Bu Rum sudah melepas daster dan BH nya hingga tanpa sehelai benang menutupi tubuhnya dan memintaku untuk melepas semua pakaianku.

“Oooww.. punyamu besar juga ya Win,” kata Bu Rum sambil membelai penisku yang tegak mengacung setelah aku telanjang.
Bu Rum tidak hanya membelai dan mengagumi penisku yang telah keras. Setelah menjilat-jilat lubang di bagian ujung kepala penisku, ia memasukkan batang penisku ke mulutnya. Aku jadi merinding menahan kenikmatan yang tak pernah terbayangkan. Tubuhku tergetar hebat.
Sesekali kurasakan mulutnya mengempot dan menghisap batang penisku yang kuyakin semakin mengembang. Lalu dikeluarkan dan dikocok-kocoknyanya perlahan. Ah, teramat sangat nikmat. Sangat berbeda bila aku mengocok sendiri penisku.

Saking tak tahan, tanpa sadar aku memegang dan mengusap-usap rambut Bu Rum yang semestinya tidak pantas kulakukan mengingat usia dan sekaligus statusnya sebagai guru mengaji ibu-ibu di kampungku termasuk ibuku. Tetapi Bu Rum tak peduli. Ia terus asyik dengan penisku.
Dikulum, dihisap dan dikocok-kocoknya perlahan dengan gemas. Seperti wanita yang baru melihat kejantanan milik pasangannya. Mungkin karena selama ini ia hanya bisa melakukannya dengan pisang setelah penis suaminya tidak berfungsi.

Sambil menikmati kocokan dan kuluman Bu Rum pada penisku, kuremasi teteknya. Tetek Bu Rum gede dan sudah menggelayut bentuknya. Namun sangat lembut dan enak di remas. Bahkan puting-putingnya langsung mengeras setelah beberapa kali aku memerah dan memilin-milinnya.

Tak kusangka wanita yang dalam keseharian selalu tampil dengan busana muslim yang rapat dan menjadi guru mengaji ibu-ibu di kampungku ini juga lihai dalam urusan kulum mengulum penis.
Aku dibuat kelojotan menahan nikmat setiap ia menghisap dan memainkan lidahnya di ujung kepala penisku. Bahkan saat Bu Rum mulai mengalihkan permainannya dengan menjilati kantung pelirku dan menghisapi biji-biji pelir penisku, aku tak mampu bertahan lebih lama. Pertahananku nyaris jebol. Karenanya aku berusaha menarik diri agar air maniku tidak muncrat ke mulut atau wajah Bu Rum.

Namun Bu Rum menahan dan menekan pinggangku.
“Mau keluar Win ? Muntahkan saja di mulut ibu,” ujarnya sambil langsung kembali menghisap penisku.
Akhirnya, pertahananku benar-benar ambrol meski telah sekuat tenaga untuk menahannya karena merasa tidak enak mengeluarkan mani di mulut Bu Rum.
Sambil mendesis dan mengerang nikmat pejuhku muncrat sangat banyak di rongga mulut Bu Rum. Cairan kental warna putih itu kulihat berleleran keluar dari mulut wanita itu. Tetapi ia tidak mempedulikannya. Bahkan menelannya dan dengan lidahnya berusaha menjilat sisa-sisa maniku yang berleleran keluar.
Terpacu oleh kenikmatan yang baru kurasakan dan banyaknya mani yang keluar membuat tubuhku lemas seperti dilolosi tulang-tulangku. Aku terduduk menyandar di si kursi sofa tempat Bu Rum terduduk.

“Gimana Win, enak?”

“Enak banget Bu,”

“Nanti gantian ya punya ibu dibikin enak sama kamu. Ibu ke kamar mandi dulu,” ujarnya berdiri dan melangkah ke kamar mandi.

Saat kembali dari kamar mandi, Bu Rum menyodorkan segelas besar teh manis hangat. Sodoran teh manisnya langsung kusambut dan kuteguk. Terasa hangat dan nikmat setelah tenaga hampir terkuras dan kini kembali segar.

Saat itu baru kusadari Bu Rum masih bugil tanpa sehelai benang menutupi tubuhnya.Aku kembali terpaku pada tubuh bahenolnya yang masih lumayan mulus. Wanita berpinggul besar dan berdada montok namun sudah agak kendur itu, meskipun sudah menjadi nenek masih sangat menggoda. Jembutnya yang keriting lebat terlihat basah. Mungkin habis dibersihkan di kamar mandi untuk menghilangkan bekas air maniku.

“Mau lagi Win?” ujarnya mendekat dan berdiri tepat di tempat aku duduk.

Kini memang giliranku untuk memuaskannya setelah kenikmatan yang diberikan padaku. Aku bingung harus memulai dari mana karena memang belum pernah pengalaman dengan perempuan.

Hanya dari sejumlah film BF yang sering kutonton, wanita kelihatannya sangat suka kalau vaginanya dijilat. Maka aku langsung turun dari kursi panjang dan berjongkok di depan Bu Rum. Vaginanya yang besar membusung kini tepat di hadapan wajahku. Jembut keriting lebatnya terlihat basah.

Melihat aku hanya terbengong memandangi kemaluannya, Bu Rum langsung mengangkat kaki kirinya dan di tumpukan pada kursi panjang, sehingga kini aku bisa melihat lubang vaginanya yang nampak sudah longgar. Kulihat itilnya yang mencuat di ujung atas belahan vaginanya.

Kembali kuusap vaginanya. Bibir luar vaginanya yang berwarna coklat penuh kerutan dan terasa lebih tebal. Namun makin ke dalam lebih lembut dan basah serta warnanya agak memerah. Kudengar Bu Rum mendesah saat jariku masuk menerobos lubang vaginanya. Rambutku diusap dan diremas-remasnya. Desahannya membuat aku jadi terangsang membuat penisku kembali tegang.

Sambil mendesah, Bu Rum tak hanya meremas dan menjambaki rambut kepalaku. Tetapi ia berusaha menarik dan mendekatkan wajahku kevaginanya. Aku jadi tahu, nampaknya ia tidak ingin vaginanya hanya dicolok-colok dengan jariku, Aku yang memang sudah kembali terangsang langsung mendekatkan mulutku dan mulai mengecupi lubang vagina Bu Rum.

Ternyata selain bibir luar vaginanya yang mengeras dan berkerut-kerut, di luar kelentitnya yang menonjol besar, ada sebentuk daging yang menjulur keluar dari lubang vaginanya. Bentuknya nggedebleh mirip jengger ayam jantan. Pengetahuanku tentang bagian paling intim milik wanita memang sangat terbatas dan melihatnya dari jarak sangat dekat baru kali ini mendapat kesempatan.

Satu-satunya vagina wanita dewasa yang pernah kulihat adalah milik ibuku. Aku memang sering mengintipnya saat ibu mandi. Atau saat berganti baju di kamarnya dan pernah beberapa kali melihatnya dalam jarak cukup dekat saat dia tidur.

Tetapi sepengetahuanku tidak ada jengger ayam di lubang vagina ibuku. Jadi terasa agak aneh atas apa yang kulihat di lubang vagina Bu Rum. Tetapi aku tak peduli. Hingga selain menjilati bibir vaginanya, jengger ayamnya juga tak luput dari sentuhan mulut dan lidahku. Bahkan aku langsung mengulum, menghisap dan menarik -nariknya dengan mulutku.

“Ohhh… sshhh… enak Win. Aaauuww… enak banget,”
Aku sangat senang karena ternyata Bu Rum menyukai dan keenakan oleh jilatan lidahku di lubang vaginanya. Dari liang sanggamanya mulai keluar lendir yang terasa asin di lidahku. Tetapi itu pun tidak membuat surut langkah untuk terus mengobok-ngobok vaginanya dengan mulut dan lidahku.

Aku terus mencerucupi dan menghisapnya hingga lendirnya banyak yang tertelan masuk ke kerongkonganku. Diperlakukan seperti itu Bu Rum seperti kesetanan. Tubuhnya tergetar hebat dan kulihat ia merintih, mendesah sambil meremasi sendiri kedua tetek besarnya.

“Kamu naik dan tiduran di sofa Win. Aahh jilatanmu di vagina ibu enak banget,” katanya.
Seperti yang dimintanya, aku naik ke sofa dan tiduran telentang dengan kaki menjuntai. Setelah itu Bu Rum ikutan naik. Tadinya kukira ia akan menyetubuhiku dengan posisi wanita di atas seperti yang pernah kulihat dalam adegan film mesum yang menggambarkan hubungan seks antara wanita dewasa dan bocah ingusan.
Tetapi tidak. Ia berdiri dan memposisikan kedua kakinya diantara tubuhku. Lalu bertumpu di dinding tembok yang ada di belakang kursi sofa dan sedikit menurunkan tubuhnya. Rupanya, ia masih ingin mendapatkan jilatan di vaginanya dengan posisi yang membuat dirinya lebih nyaman dan bergerak leluasa. Sebab saat vaginanya telah berada tepat di depan wajahku, ia langsung membekapkannya ke mulutku.

Tak kusangka, wanita yang sangat dihormati di kampungku karena selalu berbusana muslimah yang rapat dan menjadi guru mengaji ibu-ibu, di usianya yang sudah 53 tahun masih sangat menggebu. Pantesan ia suka menyogok-nyogok vaginanya dengan pisang. Mungkin karena tidak tahan akibat tidak pernah disentuh oleh suaminya yang sudah tidak bisa melayaninya sama sekali.

Aku sempat gelagapan karena tidak mengira Bu Rum akan membekapkan vaginanya ke wajahku. Tetapi setelah mengetahui apa yang diinginkannya, aku langsung menyambutnya meskipun tidak tahu harus bagaimana semestinya dilakukan.

Seperti sebelumnya kembali kujulurkan lidah dan kembali kujilati lubang vaginanya. Namun kali ini dengan lebih semangat. Daging jengger ayamnya yang keluar dan menggelambir kukulum. Lalu lidahku menjulur masuk sedalam-dalamnya di lubang vaginanya sampai hidung dan wajahku ikut belepotan oleh lendir yang keluar dari liang sanggamanya.

Sambil terus mengobeli vaginanya dengan lidah dan mulutku, pantat Bu Rum juga menjadi sasaran remasan tanganku. Meskipun sudah melorot, pantat Bu Rum yang besar terasa masih lumayan kenyal. Nampaknya ia menjadi keenakan. Bu Rum melenguh dan mendesah.

“Iya Win… aaahh… enak banget. Terus colok vagina ibu dengan lidahmu Ahhh.. oohhh…. ssshh,” desahnya saat aku makin dalam menjulurkan lidah.

Mendengar desahan Bu Rum, aku jadi makin bersemangat. Hanya karena tidak punya pengalaman, aku hanya menjilat dan mengisap bagian dalam vaginanya sekena-kenanya saja. Rupanya karena terlalu menggebu, aku sempat menghisap itilnya dengan kuat. Bu Rum memekik keenakan.

“Ia Win itu itil ibu.. enak banget aahhh... Terus Win hisap itil ibu… aaoohh,”
Seperti yang dimintanya, itil Bu Rum yang akhirnya paling sering menjadi sasaran jilatan dan hisapan mulutku. Bahkan sambil terus mencerucupi kelentitnya, dua jari tanganku kupakai untuk menyogok-nyogok bagian dalam vaginanya. Saat itulah Bu Rum menjadi kelojotan dan beberapa saat kemudian ia memintaku berhenti.

“Udah Win ibu nggak tahan. Bisa KO kalau diteruskan. Sekarang ibu pengin dient0t dengan penismu. kamu juga pengin kan ngent0t dengan ibu kan?”

“Ii .. iya bu. Aku pengin banget. Ta.. ta.. tapi aku tidak tahu caranya,”

“Nggak apa-apa. Nanti ibu ajarin,” ujarnya seraya menggamit lenganku.

Ia membawaku ke kamarnya. Kamar dengan ranjang berukuran besar dan rapi tertutup sprei motif garis-garis lengkap dengan meja rias berukuran besar dengan berbagai alat make up serta sebuah almari pakaian model antik di samping gambar Bu Rum dan suaminya dalam pose berpasangan mengenakan pakaian adat Jawa. Foto itu sepertinya dibuat saat usianya masih di bawah 40 tahun.

Adanya gambar Pak Kirno suaminya di kamar itu, sebenarnya aku sempat grogi. Tetapi melihat Bu Rum sudah telentang di ranjang dan dalam posisi mengangkang, sayang kalau harus melepaskan kesempatan yang sudah berada di depan mata. Aku sudah sering mengocok sendiri penisku sambil membayangkan ngent0t dengan Bu Rum. Aku juga ingin mengetahui dan merasakan seperti apa rasanya ngent0t sebenarnya.
Dengan penis tegak mengacung aku naik ke ranjang. Hanya aku tetap bingung bagaimana harus memulai. Di antara kedua pahanya yang membuka lebar, vagina Bu Rum tampak menganga menunggu batang zakar pria yang mau menyogoknya. Sepasang buah dadanya yang besar, dalam posisi telentang terlihat jadi nggedebleh dan hanya puting-putingnya yang hitam kecoklatan terlihat menantang.

Melihat aku cuma mematung, rupanya Bu Rum menjadi tak sabar. Ditariknya tanganku hingga menjadikan tubuhku ambruk dan menindih tubuh montoknya. Beberapa saat kemudian kurasakan Bu Rum meraba selangkanganku dan meraih penisku. Batang penisku yang sudah mengacung dikocok-kocoknya perlahan hingga makin mengeras dan membesar.

Oleh wanita itu, kepala penisku digesek-gesekkannya di sekitar bibir kemaluannya. Setelah tepat berada di bagian lubangnya, ia berbisik.

“Tekan Win, biar penis kamu masuk ke vagina ibu,” bisiknya lirih di telingaku.
“Bleeesss.” Tanpa banyak hambatan batang penisku yang lumayan panjang dan besar langsung terbenam. Mungkin karena lubang vagina Bu Rum yang sudah longgar dan licin akibat banyaknya lendir yang keluar. Vagina Bu Rum hangat dan basah. Dan tanpa ada yang memerintah, seperti semacam naluri, aku langsung memompa penisku di lubang vagina wanita itu.

“Iya begitu Win, terus ent0t sayang. Ah.. aahhh….aahhh.. kamu merasa enak juga kan,”
Aku mengangguk dan tersenyum.

Kulihat Bu Rum mulai mendesah-desah.Mungkin ia mulai merasakan enaknya sogokan penisku. Dan bagiku, kenikmatan yang kurasakan juga tiada tara. Jauh lebih nikmat dibanding mengocok sendiri.
Gesekan-gesekan batang penisku pada dinding vaginanya menghantarkan aku pada kenikmatan yang sulit kuucapkan. Aku terus mengaduk-aduk vaginanya dengan penisku. Mata Bu Rum membeliak-beliak dan meremasi sendiri teteknya. Melihat itu aku langsung mengulum dan menghisapi putingnya. Pentil susunya yang berwarna coklat kehitaman terasa mengeras di bibirku.

“Iya Win… terus hisap sayang… Kamu ternyata sudah pinter,” ujarnya terus mendesah.
Makin lama kusogok dan kuaduk-aduk, lubang vagina Bu Rum kurasakan makin basah. Rupanya semakin banyak lendir yang keluar. Bunyinya “cepok…cepok… cepok…” setiap kali batang penisku masuk menyogok dan kutarik keluar.

Bosan ngent0tin Bu Rum dengan posisi menindihnya, kuhentikan sogokanku pada vaginanya. Pasti asyik dan tambah merangsang kalau bisa melihat vaginanya yang tengah kusogok-sogok. Aku bangkit, turun dari ranjang. Dan tanpa meminta persetujuannya, kaki Bu Rum kutarik dan kuposisikan menjuntai di tepi ranjang. Tindakanku itu membuat Bu Rum agak kaget dan menunggu tindakan yang akan kulakukan selanjutnya.
Setelah pahanya ku kangkangkan dan penisku kembali kuarahkan ke lubang vaginanya, Bu Rum tersenyum.
“Kamu pengin ngent0t sambil ngelihatin vagina ibu Win? Iya sayang, kamu boleh melakukan apa saja pada ibu,” katanya.

Ternyata menyetubuhi sambil berdiri dan melihat ketelanjangan lawan mainnya benar-benar lebih asyik. Lebih merangsang karena bisa melihat keluar masuknya penis di lubang vagina. Saat penisku kutekan, bibir vaginanya yang berkerut-kerut seperti ikut melesak masuk. Namun saat kutarik, seluruh bagian dalam vaginanya seakan ikut keluar termasuk jengger ayamnya yang menggelambir.
Pemandangan itu membuat aku kian terangsang dan kian bersemangat untuk memompanya. Teteknya juga ikut terguncang-guncang mengikuti hentakan yang kulakukan. Aku makin bernafsu dan makin cepat irama kocokan dan sodokan penisku di liang sanggamanya.

Bu Rum tak dapat menyembunyikan kenikmatan yang dirasakan. Ia merintih dan mendesah dengan mata membeliak-beliak menahan nikmat. Sesekali ia remasi sendiri susunya sambil mengerang-erang. Aku juga memperoleh nikmat yang sulit kulukiskan. Meski lubang vagina Bu Rum sudah longgar tetapi tetap memberi kenikmatan tersendiri hingga pertahananku nyaris kembali jebol.
“aahh… vagina ibu enak banget. Aku nggak kuat bu,” ujarku mendesah sambil terus memompanya.
“Tahan sebentar Win. Aaahhh.. penismu juga enak banget,” Bu Rum bangkit memeluk serta menarik pinggangku hingga tubuhku ambruk menindihnya.

Kedua kakinya yang panjang langsung membelit pinggangku dan menekannya dengan kuat.
Selanjutnya Bu Rum membuat gerakan memutar pada pinggul dan pantatnya. Memutar dan seperti mengayak. Akibatnya batang penisku yang berada di kedalaman lubang vaginanya serasa diperah. Kenikmatan yang kurasakan kian memuncak. Terlebih ketika dinding- dinding vaginanya tak hanya memerah tetapi juga mengempot dan menghisap. Kenikmatan yang diberikan benar-benar makin tak tertahan.

”aahh.. ssshh… enak banget. Aku nggak kuat Bu. enakk banget,”

“I..iiya Win, ibu juga mau nyampe. Tahan ya sebentar ya..aaahhh…”

Goyangan pinggul Bu Rum makin kencang. Dan puncaknya, ia memeluk erat tubuhku sambil mengangkat pinggangnya tinggi-tinggi. Dan akhirnya tubuhnya mengejang dan empotan vaginanya pada penisku kian memeras. Maka muncratlah spermaku di kehangatan lubang vaginanya berbarengan dengan semburan hangat dari dalam vaginanya. Dan kamipun terkapar di ranjang.

Saat aku terbangun, Bu Rum sudah menyiapkan segelas teh panas dan mengajakku menyantap lontong dan opor ayam bikinan ibuku. Kami menyantapnya dengan nikmat. Bahkan dua bungkus rokok kegemaranku telah tersedia di meja makan. Kata Bu Rum, ia menyempatkan membelinya di warung saat aku tertidur.
Malam itu Bu Rum benar-benar melampiaskan hasratnya yang tertahan cukup lama. Sesudah makan aku diajaknya bergumul di karpet di ruang tengah di depan televisi lalu berlanjut di ranjang kamar tidurnya. Aku bak seorang murid baru yang cerdas dan cepat pintar menerima pelajaran. Ia mengaku sangat menikmati dan merasa puas oleh sogokan-sogokan penisku di vaginanya yang memiliki jengger ayam.

“Ibu kira nggak bakalan merasakan enaknya yang seperti ini lagi. Karena sudah lima tahun lebih tidak pernah mendapatkannya. Makanya terpaksa pakai pisang dan kadang penis karet kalau lagi kepengen,” katanya sambil meremas gemas penisku setelah persetubuhan yang keempat kalinya malam itu.

Ternyata wanita yang selalu berbusana tertutup itu, juga memiliki beberapa koleksi film porno. Ia sempat menyetel sejumlah koleksinya untuk ditonton bersamaku. Namun yang mengejutkan, karena hal ini aku jadi tahu kalau ibuku juga penggemar film porno. Itu terlontar tak disengaja oleh Bu Rum. Kata Bu Rum yang paling banyak dikoleksi adalah yang menggambarkan adegan hubungan seks antar anggota keluarga.
Saat itu Bu Rum memutar dua film. Film pertama menggambarkan adegan seks antara pria muda berkulit hitam dengan wanita tua kulit putih. Sang wanita kulit putih dibuat merintih dan mengerang karena sogokan penis pria pasangannya yang perkasa. Bahkan akhirnya si wanita merelakan anusnya dijebol penis panjang sang negro muda.

Film kedua yang merupakan semi film cerita mengisahkan wanita STW yang bekerja di perusahaan penebangan hutan. Suaminya selalu pergi cukup lama dan hanya beberapa hari tinggal di rumah karena pekerjaannya itu. Si ibu yang sering merasa kesepian saat suaminya pergi, sering mengobel-ngobel sendiri vagina dan itilnya saat hasrat seksnya datang.

Ulah si ibu sering dipergoki secara diam-diam oleh pria remaja yang merupakan anak sulungnya. Maka di satu kesempatan, saat tengah bermasturbasi dan sang anak tak tahan menahan nafsu ia mendekati sang ibu. Keduanya larut dalam permainan panas di dapur, ranjang dan bahkan di kamar mandi tanpa peduli bahwa sebenarnya mereka pasangan ibu dan anak.

Usai pemutaran film yang kedua, kukatakan pada Bu Rum bahwa adegan seks ibu dan anak yang paling bagus. Tetapi komentarku itu membuat Bu Rum keceplosan. Tanpa sadar ia menyebut bahwa film porno itu dipinjam dari ibuku. Saat itu ia berusaha meralat. Ia mungkin baru sadar bahwa yang diajaknya bicara adalah anaknya. Tetapi akhirnya Bu Rum tersenyum dan berterusterang.

“Keinginan manusia akan seks kan manusiwai Win. Seperti ibu dan ibumu, meskipun sudah berumur tetapi kebutuhan akan itu masih belum padam,” kata Bu Rum.

Ibuku memang sudah 3,5 tahun menjada setelah ayah meninggal akibat menderita diabetes. Untuk menikah lagi mungkin malu karena cucunya sudah tiga yang diperoleh dari Mbak Ratri, kakak perempuanku. Bahkan salah satu cucunya sudah duduk di bangku SLTP. Maka ia memilih memendam hasratnya dan lebih menyibukkan diri pada usaha jual beli perhiasan berlian yang menjadi usahanya selama ini.
Menurut Bu Rum, koleksi film-film porno yang dimiliki ibuku cukup banyak. Koleksi film seksnya yang berthema hubungan seks sedarah tergolong lengkap. Bahkan Bu Rum mengaku, ia mengenal penis palsu dari karet yang dikenal dengan sebutan dildo juga dari ibuku.

“Pergaulan ibumu kan luas terutama dengan ibu-ibu dari kalangan menengah atas. Mungkin dari ibu-ibu yang menjadi sasaran bisnisnya itu ia jadi mengenal banyak hal,” ujar Bu Rum menambahkan.

Meskipun sangat kaget, tetapi aku tidak memperlihatkannya di hadapan Bu Rum. Sebab sebagai anaknya aku tidak pernah melihat ibu nonton film porno atau barang-barang berbau seks yang dimilikinya. Di kamar tidur ibu memang ada televisi berukuran besar dan perangkat pemutar DVD. Tetapi kebanyakan film-filmnya adalah film hindustan. Berarti ia memiliki tempat penyimpanan khusus, ujarku membathin.

Sekitar pukul 03.00 dini hari, aku meninggalkan rumah Bu Rum dengan mengendap agar tidak dipergoki warga. Ibuku membukakan pintu sambil menggerutu. Katanya mengganggu orang tidur. Tetapi wajahnya kulihat tidak seperti orang bangun tidur. Bahkan televisi di kamarnya terdengar masih menyala.

Seperti kebiasaanya saat tidur ia selalu mengenakan daster longgar. Tetapi saat itu dasternya kelewat tipis hingga terlihat membayang lekuk tubuhnya. Ternyata ia juga tidak memakai kutang dan celana dalam sampai-sampai kulihat tonjolan putingnya pada sepasang buah dadanya yang besar seperti punya Bu Rum.

Ah bisa jadi ibu bukannya tidur. Tetapi lagi asyik mengocok-ngocok vaginanya dengan penis karetnya sambil nonton adegan seorang ibu yang tengah ngent0t sama anak lelakinya. Hanya karena terlalu kecapaian, aku langsung masuk kamar dan tidur.


Kumpulan Video Jav Terbaru | Bokep Japang Uncencored Bokep Japang Uncencored | Streaming Video Bokep Jepang Nonton Film Bokep Jepang Gratis Terbaru | Film Semi Terbaru Kumpulan Video Bokep Jepang Nonton Jav Bokep Gratis Download Bokep Jepang Gratis

» Thanks for reading Ketahuan Menyimpan Vibrator Sex Miyu Shiina

0 Response to "Ketahuan Menyimpan Vibrator Sex Miyu Shiina"

Posting Komentar